Teori-Teori Sosiologi Pembangunan
Ruang
Lingkup Sosiologi Pembangunan
Kajian
pembangunan mulai banyak dilakukan setelah Perang Dunia II yang didominasi oleh
Ahli-Ahli Ekonomi Ahli-Ahli Sosial (Antropologi, Politik) kemudian banyak
terlibat dalam kajian pembangunan Sebabnya, pembangunan tidak menyangkut
masalah ekonomi atau materil saja. Terutama Negara Dunia Ketiga banyak yang
terbelakang dan tertinggal berarti “there is something wrong” dari pembangunan
tersebut. Sosiologi Pembangunan melihat pembangunan sebagai suatu kegiatan yang
berorientasikan nilai dan membebaskan manusia dari segala bentuk eksploitasi
dan penindasan.
Selain
itu, sosiologi pembangunan juga mempertimbangkan aspek rohaniah. Banyak bukti
bahwa agama dan kepercayaan berperan penting dalam pembangunan baik secara
positif maupun negatif. Proses pembangunan Negara DuniaI (Industri Kapitalis–US
,dkk), Negara Dunia II (US Rusia dkk), Negara Dunia III (negara-negara
berkembang) saling berhubungan dan saling mempengaruhi secara sosial, ekonomi
dan budaya. Pembangunan adalah satu bidang yang bersifat interdisipliner, maka
masing-masing ilmu mempunyai penekanan yang berbeda.
Proses pembangunan
terjadi dalam semua aspek kehidupan
masyarakat, baik yang berlangsung pada tingkat nasional maupun wilayah/daerah.
Karakteristik yang cukup penting dalam pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress),
pertumbuhan, dan difersifikasi. Kemajuan misalnya, dapat diidentifikasi dari
adanya peningkatan dalam rasionalisasi kehidupan masyarakat, teknologi dan efisiensi. Sedangkan pertumbuhan identik
dengan kemajuan ekonomi yang ditandai
oleh peningkatan pendapatan masyarakat sebagai akibat dari pertumbuhan
produktifitas dan diikuti oleh diversifikasi kegiatan ekonomi, baik vertikal
maupun horizontal. Dengan demikian, pembangunan memiliki tiga ciri dasar yaitu:
pertumbuhan, diversifikasi/diferensiasi dan perbaikan (progress) yang terjadi pada
semua aspek dan tingkat kehidupan
masyarakat. Proses pembangunan dapat dibedakan menurut kecepatan (rate),
arah (direction) dan level dimana proses tersebut berlangsung. Hal ini terjadi karena variabel-variabel
pembangunan berubah dengan rates (kecepatan) yang berbeda di tempat yang
berbeda. Sebuah bangsa yang baru membangun mungkin hanya dapat memusatkan
usaha-usaha pembangunannya kepada aspek-aspek primer seperti nation building,
penurunan angka kelahiran dan kematian, pendidikan dasar, dan infrastruktur
seperti jalan/jembatan dan komunikasi.
Penggunaan indikator dan variabel
pembangunan bisa berbeda untuk setiap negara atau wilayah. Misalnya, di
negara-negara yang masih miskin, ukuran kemajuan dan pembangunan mungkin masih
sekitar pemenuhan berbagai kebutuhan dasar seperti listrik masuk desa, layanan
kesehatan pedesaan, dan harga makanan
pokok yang rendah. Sementara itu,
untuk negara-negara/wilayah yang telah dapat memenuhi kebutuhan
tersebut, indikator pembangunan akan
bergeser kepada faktor-faktor sekunder dan tersier, seperti:
(1)
Pertumbuhan ekonomi yang mendorong
pemerataan, kesejahteraan dan peningkatan kualitas hidup;
(2)
Menguatkan ekonomi nasional/domestik
yang dapat memperluas lapangan kerja, sehingga daya beli masyarakat terus
meningkat baik untuk barang lokal maupun impor;
(3)
Diversifikasi kegiatan/sektor ekonomi
dengan penguatan sektor industri dan jasa disertai dengan keseimbangan antara
produksi barang ekspor dan impor;
(4)
Partisipasi masyarakat dalam kehidupan
politik dan proses pembuatan keputusan;
(5)
Tersedianya kesempatan untuk memperoleh
pendidikan untuk semua lapisan
masyarakat, baik laki-laki maupun
perempuan;
(6)
Stabilitas sosial, politik dan
pemerintahan yang disertai dengan
penguatan hak-hak azasi manusia.
Dalam
perkembangan selanjutnya, development dapat dibedakan menjadi economic
development dan social development, seperti yang dikemukakan oleh
Blakely (2000). Pembangunan ekonomi berkenaan dengan investasi,
peningkatan penyerapan angkatan kerja, dan peningkatan upah buruh. Dalam
pandangan pembangunan endogen, pembangunan ekonomi dapat dipahami sebagai
proses melalui mana pemerintah lokal bekerjasama dengan kelompok-kelompok
masyarakat dan swasta dalam mengelola sumberdaya yang tersedia untuk
menciptakan lapangan kerja dan menstimulasi kegiatan ekonomi (Blakely 2000).
Pembangunan sosial berkenaan dengan pembangunan masyarakat secara menyeluruh,
yang mencakup ekonomi, politik, budaya, hukum, kelembagaan, kesehatan,
pendidikan dan dimensi-dimensi sosial lainnya. Di dalamnya mencakup juga
pemberdayaan sektor swasta dan masyarakat sipil, proses politik yang
partisipatif dan akuntabel, pembangunan infrastruktur ekonomi dan sosial,
termasuk pelayanan sosial yang memadai dan memuaskan.
TEORI PERTUMBUHAN DAN MODERNISASI
W.W. ROSTOW
W.W. Rostow adalah
seorang ekonom Amerika Serikat, pikiran Rostow pada dasarnya dikembangkan dalam
konteks perang dingin serta membendung pengaruh sossialisme. Pikiran pertama
dituangkan dalam makalah dengan secara jelas sebagai manifesto non-komunis yang
berjudul The Stages of Economic Growth: A
Non-Communist Manifesto. Rostow membentangkan pandangan tentang modernisasi
yang dianggapnya sebagai cara membendung semangat sosialisme.
Pada dasarnya teori
tentang pertumbuhan merupakan versi dan teori modernisasi dan pembangunan,
yaitu suatu teori yang meyakini bahwa faktor manusia (bukan struktur dan
sistem) menjadi fokus utama perhatian mereka. Teori pertumbuhan adalah suatu
bentuk teori modernisasi yang menggunakan metafora pertumbuhan, yaitu tumbuh
sebagai organisme. Dia meliahat bahwa perubahan sosial yang dilihatnya disebut
sebagai pembangunan, sebagai proses evolusi perjalanan dari tradisional ke
modern. Pikiran teori pertumbuhan ini dijelaskan secara rinci oleh Rostow
(1960) yang sangat terkenal yaitu The five-stage
scheme. Asumsinya adalah bahwa semua masyarakat termasuk masyarakat Barat
pernah mengalami “Tradisional” dan akhirnya menjadi “Modern”. Sikap manusia
tradisional dianggap sebagai masalah. Seperti pandangan Rostow dan pengikutnya,
development akan berjalan Secara
hampir otomatis melalui akumulasi modal (tabungan dan investasi) dengan tekanan
bantuan dan hutang luar negeri. Dia memfokuskan pada perlunya elite wiraswasta
yang menjadi motor proses itu.
Dalam buku The Stage of Economic Growth menjelaskan
bagaimana perubahan sosial dalam lima tahapan pembangunan ekonomi terjadi.
Tahap pertama adalah masyarakat tradisioanal, kemudian berkembang menjadi
prakondisi tinggal landas, lantas diikuti masyarakat tinggal landas, kemudian
masyarakat pematangan pertumbuhan, dan akhirnya mencapai masyarakat modern yang
dicta-citakan, yaitu masyarakat modern yang dicita-citakan dapat tercapai.
TEORI MODERNISASI KLASIK
Sejarah lahirnya
Teori modernisasi lahir
dalam bentuknya yang sekarang ini. Paling tidak menurut tokoh-tokoh amreika
serikat, sebagai produk sejarah tiga peristiwa penting dunia setelah masa
perang dunia II. pertama,munculnya amerika serikat sebagai kekuatan (dominan)
dunia. Sekalipun negara-negara barat lainnya semakin melemah setelah perang
dunia ke II, AS justru menjadi “pemimpin” dunia sejak pelaksanaan marshall plan
yang diperlukan untuk membangun kembali eropa barat akibat perang dunia II.
Pada tahun 1950-an secara praktis AS mengambil peran sebagai pengendali
pencaturan dunia.
Kedua, terjadi perluasan
gerakan komunis sedunia. Uni Soviet mampu memperluas pengaruh politiknya tidak
sampai dieropa timur, tetapi juga sampai diasia, antara lain dicina dan korea. Ketiga, lahirnya negara-negara merdeka
baru diasia, afrika, dan amerika latin, yang sebelumnya merupakan daerah
jajahan negara-negara eropa. Negara-negra baru ini secara serempak mencari
model-model pembangunan yang hendak dignakan sebagai contoh untuk membangun
ekonominya dan dalam usaha untuk mempercepat pencapaian kemerdekaan politiknya.
Warisan pemikiran
Sejak awal perumusan,
aliran pemikiran modernisasi secara sadar mencari sesuatu bentuk teori. Dalam
usahanya menjelaskan persoalan pembangunan negara-negara dunia ketiga,
perspektif ini banyak menerima warisan pemikiran dari teori evolusi dan teori
fungsionalisme. Ini terjadi karena pengaruh teori evolusi dan teori evolusi
telah terbukti mampu membantu menjelaskan proses masa peralihan dari masyarakat
tradisional kemasyarakat modern negara-negara eropa barat, selain juga mampu
menjelaskan arah yang perlu ditepuh negara dunia ketiga dalam proses
modernisasinya.
Teori evolusi
Teori evolusi lahir pada
awal abad ke-19 sesaat sesudah revolusi industri dan revolusi perancis yang
merupakan dua revolusi yang tidak sekedar menghancurkan tatanan lama, tetapi
juga membentuk acuan dasar baru. Revolusi industri menciptakan dasar-dasar
ekspansi ekonomi. Dengan dilandasi semangat penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dirumuskan tata cara baru produksi barang yang lebih efisie, yang
pada akhirnya berakibat pada peningkatan produktivitas dan perluasan pasar dunia. Revolusi prancis
meletakkan kaidah-kaidah pembangunan politik yang berdasarkan keadilan,
kebebasan,demokra dan demokrasi.
Teori fungsionalisme
Pemikiran talcott
parsons, ketika pernah sebagai ahli biologi, banyak berpengaruh dengan rumusan
teori fungsionalisme. Baginya masyarakat manusia tak ubahnya sepeti organ tubuh
manusia dan oleh karena itu masyarakat manusia dapat juga dipeajari seperti
mempelajari tubuh manusia. Pertama, seperti struktur tubuh manusia yang
memiliki berbagai bagian yang saling berhubungan satu sama lain. Kedua, karena
setiap bagian tubuh manusia memiliki fungsi yang jelas dan khas, maka demikian
pula setiap bentuk kelembagaan dalam masyarakat. Setiap lembaga dalam
masyarakat melaksanakan tugas tertentu untuk stabilitas dan pertumbuhan
masyarakat tersebut.
TEORI MODERNISASI MODERN
Berikut
ini adalah perbandingan antara teori modernisasi klasik, teori dependensi
klasik dan teori modernisasi baru :
Persamaan / Perbedaan
|
Teori Modernisasi Klasik
|
Teori Modernisasi Baru
|
Keprihatinan
|
Negara Dunia Ketiga
|
Sama
|
Tingkat Analisa
|
Nasional
|
Sama
|
Variabel Pokok
|
Faktor Internal :
nilai-nilai budaya, pranata sosial
|
Sama
|
Konsep Pokok
|
Tradisional dan Modern
|
Sama
|
Implikasi Kebijaksanaan
|
Modernisasi memberikan
manfaat positif
|
Sama
|
Tradisi
|
Sebagai penghalang
Pembangunan
|
Faktor Positif Pembangunan
|
Metode Kajian
|
Abstrak dan konstruksi
tipologi
|
Studi Kasus dan Analisa
sejarah
|
Arah Pembangunan
|
Garis lurus dan menggunakanUSA sebagai
model
|
Berarah dan bermodel banyak
|
Faktor Ekstern dan Konflik
|
Tidak diperhatikan
|
Lebih diperhatikan
|
Familiisme dan Kewiraswastaan
Berasal dari penelitian
Wong. Dimulai dengan penyajian kritik terhadap interpretasi para pakar teori modernisasi
klasik tentang pemahaman dan penafsiran pranata famili (keluarga) tradisional
Cina. Wong hendak menunjukkan bahwa pranata keluarga memiliki efek positif
terhadap Pembangunan ekonomi. Pemikirannya antara lain :
1. Adanya
praktek Manajemen paternalistic di banyak badan usaha di Hongkong. Di industri
yang ditelitinya ditemukan praktek manajemen yang memiliki tata pengendalian
dan pengawasan manajemen yang ketat, sementara disisi lain praktek manajemen
ini sama sekali tidak mengenal apa yang disebut pendelegasian wewenang dan
kekuasaan. Praktek ini melihat bahwa pemberian atau penganugerahan penghargaan
material lebih didasarkan pada prinsip kebaikan hati dan dalam batas-batas yang
wajar Manajemen sering bertindak sebagai pelindung dan penjaga moral dari para
bawahannya.
2. Nepotisme
mungkin juga memberikan andil terhadap keberhasilan berbagai badan usaha
Hongkong. Kebanyakan etnis Cina hanya akan meminta bantuan tenaga kerja
keluarga pada saat-saat yang amat kritis, dan hubungan kekeluargaan pada
umumnya hanya menjadi bagian kecil dari keseluruhan personalia pada perusahaan
yang menganut nepotisme. Namun di lain pihak pada perusahaan kecil, anggota
utama keluarga dan sanak-keluarga yang lain berfungsi sebagai tenaga kerja
murah dan cakap. Bahkan diharapkan untuk bekerja lebih keras tetapi dengan upah
yang lebih rendah, sehingga membantu Kuatnya posisi bersaing perusahaan
keluarga ini. Jika anggota keluarga telah memegang posisi manajerial, usahawan
etnis Cina akan dengan sangat teliti memberikan dan mencukupi segala
kebutuhannya, dan melengkapinya dengan pendidikan formal dan sekaligus magang.
Oleh karena itu tenaga manajer keluarga amat jarang memiliki standar mutu
rendah.
3. Adanya
mode pemilikan keluarga yang membantu keberhasilan usaha etnis Cina di Hongkong.
Bahwa prinsip garis keturunan patrilineal telah menghasilkan satu-satuan unit
keluarga pekerja yang damai, bijak, dan abadi yang pada gilirannya sangat
membantu pengaturan sumber daya ekonomi mereka. Kalau terjadi perselisihan
keluarga bentuk akhir yang dipilih lebih cenderung pada pembagian keuntungan
disbanding perpecahan fisik hubungan keluarga. Perusahaan keluarga etnis Cina
memiliki kemampuan bersaing yang bisa siandalkan. Dapat ditemukan satu
kepercayaan antar anggota keluaga yang jauh lebih tinggi dibanding dengan yang
ditemukan di antara rekanan usaha mereka yang tidak kenal secara baik satu sama
lain. Konsensus akan lebih mudah dicapai, dan oleh karena itu kebutuhan untuk
saling mempertanggung-jawabkan tindakan masing-masing pihak akan sangat
terkurangi. Factor tersebut mampu membuat perusahaan keluarga ini lebih mudah
melakukan adaptasi dalam menjalankan kegiatannya. Lebih mudah untuk membuat
keputusan secara cepat dalam situasi lingkungan yang cepat berubah, mampu
menutupi rahasia karena rendahnya kebutuhan dokumen tertulis.
Wong tidak
memberlakukan pranata keluarga sebagai factor yang menghambat Pembangunan
ekonomi. Ia justru berpendapat sebaliknya, bahwa pranata keluarga tradisional
justru akan mampu membentuk etos ekonomi dinamis dengan apa yang disebut
sebagai “etos usaha keluarga”. Etos ini melihat keluarga sebagai unit dasar
kompetisi ekonomi, yang akan memberikan landasan untuk terjadinya proses
inovasi dan kemantapan pengambilan resiko.
Menurut Wong ada 3
karakteristik pokok dari etos usaha keluarga. Yaitu:
1. Konsentrasi
yang sangat tinggi dari proses pengambilan keputusan, tetapi disaat yang sama,
juga terjadi rendahnya derajat usaha memformalkan struktur organisasi
2. Otonomi
dihargai sangat tinggi, dan bekerja secara mandiri lebih disukai.
3. Usaha
keluarga jarang berjangka panjang, dan selalu secara ajeg berada dalam posisi
tidak stabil.
Teori
Ketergantungan dan Inti Pemikirannya
Yang dimaksud ketergantungan adalah keadaan dimana
kehidupan ekonomi negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi
dari kehidupan ekonomi negara-negara lain, negara-negara tersebut hanya berperan
sebagai penerima akibat saja (Titonio Dos Santos, 1970). Hubungan saling
ketergantungan antara dua sistem ekonomi atau lebih terjadi bila ekoomi
beberapa negara (yang dominan) bisa berekpansi dan bisa berdisi sendiri, sedangkan
ekonomi di negara lainnya ( yang bergantung) mengalami perubahan hanya sebagai
akibat dari ekspansi tersebut, baik yang positif maupun negatif. Selanjutnya
Santos Membedakan tiga bentuk ketergantungan, yaitu:
1. Ketergantungan Kolonial. Disini
terjadi dalam bentuk penguasaan penjajah (Negara pusat) terhadap negara
pinggiran. Kegiatan ekonomi utama negara pinggiran adalah perdagangan eksport
dari hasil bumi yang dibutuhkan negara penjajah. Para penjajah memonopoli
tanah, pertambangan, tenaga kerja. Hubungan penjajah dengan penduduk lokal
bersifat eksploitatif.
2. Ketergantungan Finansial.
Disini
negara pinggiran secara politis merdeka, tetatpi dalam kenyataannya negara
pinggiran ini masih dikuasai oleh kekuatankekutan finansial dari negara pusat.
Seperti pada ketergantungan kolonial, negara pinggiran masih mengeksport bahan
mentah bagi kebutuhan industri negara pusat. Negara pusat menanamkan modalnya
pada pengusaha lokal di negara pinggiran untuk menghasilkan bahan baku
tersebut. Dengan demikian pengendalian dilakukan melalui kekuasaan ekonomi,
dalam bentuk kekuasaan finansial.
3. Ketergantungan tehnologi-industiral. Ini
adalah bentuk ketergantungan baru. Kegiatan ekonomi dinegara-negara pinggiran
tidak lagi mengeksport bahan mentah untuk keperluan industri digara pusat.
Perusahaan-perusahaan multinasional dari negara pusat mulai menammkan modalnya
untuk kegiatan industri di negara pinggiran yang produknya ditujuakan kedalam
pasar negaranegara pinggiran.
Meskipun industri ini ada di negara pinggiran, tetapi
tehnologinya berasal dari perusahaan multi nasional. Seringkali barang-barang
modal berupa mesin industri yang ada tidak dijual sebagai komoditi, melainkan
disewakan melalui perjanjian paten. Dengan demikian pengusahaan dari surplus
industri dilakukan memalui monopoli tehnologi. Selanjutnya, Santos (1970)
menguraikan bahwa ketergantungan industri dalam arti tehnik mempunyai
pengertian bahwa:
1) Perkembangan
industri di negara pinggiran tergantung pada sektor perdagangan ekspor barang-barang
hasil pertanian dan pertambangan. Devisa hasil penjualan barang-barang ekspor
oleh negara pinggiran digunakan untuk membeli barang-barang industri yang
dibutuhkan.
2) Perkembangan
industri di negara pinggiran sangat dipengaruhi oleh balance of payment.
Artinya bahwa akibat keuangan luar negeri yang berpengaruh terhadap devisit pembayaran
pada gilirannya berpengaruh pula terhadap perkembangan industri di negara
pinggiran.
3) Perkembangan
industri sangat dipengaruhi oleh monopoli teknologi oleh perusahaan besar/asing
seperti hakpaten dan royalti yang membawa konsekuensi pengurasan kemakmuran
melalui investasi industri yang ditunjukkan pada permintaan pasar lokal.
Teori ketergantungan ini muncul dengan asumsi bahwa
tidak ada daerah atau negara yang otonom di dunia ini, semua turut serta dalam
ekonomi dunia baik secara langsung maupun tidak langsung seperti yang
dikemukakan oleh golongan non-marxis atau dalam sistem kapitalis yang
dikemukakan oleh golongan marxis. Dos Santos juga beranggapan bahwa negara
pinggiran juga bisa berkembang, meskipun perkembangan itu merupakan perkembangan
perkembangan yang teragantung (perkembangan ikutan). Impuls dan dinamika
perkembangan ini tidak datang dari negara pinggiran yang bersankutan tetapi datang
dari negara pusatnya. Keterbelakangan yang terjadi di negara pinggiran
disebabkan karena ekonomi negara-negara ini kurang dapat menyatu dengan
kapitalisme. Jika ekonomi negara pusat berkembang atau maju, bisa terjadi bahwa
ekonomi negara berkembang ikut maju. Tetapi bila negara pusat mengalami
kesulitan ekonomi sudah dipastikan bahwa negaranegara pinggiran akan mengalami
kesulitan. Hal itu terjadi karena ekonomi negara-negara pinggiran sangat
tergantung pada ekonomi negara-negara pusat. Jika terjadi sebaliknya, negara-negara
pinggiran yang mengalami kesulitan ekonomi tidak akan berpengaruh terhadap
keadaan ekonomi negara-negara pusat, karena ekonomi negara-negara pusat tidak tergantung
dari ekonomi negara-negara pinggiran.
Akibat
Dari Ketergantungan
Menurut penganut dari paham liberal, hubungan antar
negara-negara pusat dengan negara-negara pinggiran adalah dikatakan sebagai
hubungan saling ketergantungan, dimana kedua belah pihak ada dalam posisi
saling menguntungkan. Negara pusat membutuhkan bahan baku untuk industrinya,
sedangkan negara-negara pinggiran membutuhkan baranbarang industri untuk
pembangunaanya. Tetapi yang dilupakan menurut pandangan kaum liberal ini adalah
bahwa derajad keuntungan antara negara pusat dan negara pinggiran berbeda.negara-negara
pinggiran jelas lebih tergantung pada negara-negara pusat. Hubungan yang
terjadi antara negara pusat dengan negara pinggiran dapat disejajarkan dengan hubungan
majikan dan buruh. Tetapi apakah dapat dikatakan keduanya saling tergantung
dengan derajat yang sama?
Kaum Marxis klasik beranggapan bahwa negara-negara
pinggiran yang pra-kapitalis merupakan negara yang tidak dinamis dan
negara-negara pinggiran itu setelah disentuh oleh kapitalis maju, akan bangun
dan berkembang mengikuti jejak negara negara kapitalis maju. Namun dlam
kenyataannya, negara-negara pinggiran yang pra-kapitalis mempunyai dinamika
sendiri, yang bila tidak disentuh oleh negara kapitalis maju, justru akan berkembang
secara mandiri. Justru karena sentuhan oleh negara kapitalis maju itu, perkembangan
negara pinggiran menjadi terhambat. Dengan demikian keterbelakangan yang terjadi
di negara-negara pinggiran disebabkan oleh adnya ekspansi negara-negara
kapitalis, jadi disebabkan oleh faktor eksternal.
Menurut Frank (1969), keterbelakangan di negara-negara
pinggiran bukan karena masyarakat itu kekurangan modal melainkan akibat dari
proses ekonomi, politik dan sosial yang terjadi sebagai akibat globalisasi dari
sistem kapitalis. Ketrebelakangan di negaranegara pinggiran adalah akibat
langsung dari terjadinya pembangunan di negara-negara pusat. Hal itu terdaji
karena dari proses sosial, ekonomi, dan politik tersebut menimbulkan suatu
struktur internasional dari negara-negara yang tidak sama kuatnya yang
mengakibatkan proses akumulasi yang cepat pada kawasan tertentu (negara-negara
pusat) dan memaksa suatu siklus keterbelakangan pada kawasan yang lain
(negara-negara pinggiran).
Teori Ketergantungan pada dasarnya setuju dengan
kekurangan modal dan ketiadaan keahlian sebagai penyebab ketergantungan. Tetapi
faktor penyebabnya bukan dicari pada nilai-nilai tradisional bangsa itu,
melinkan pada proses imperialisme dan neo-imperialisme yang menyedot surplus
modal yang terjadi di negara-negara pinggiran ke negara pusat (Budiman, 1995).
Perkembangan yang wajar dari negara-negara pinggiran yang mestinya akan menuju
pada pembanguan yang mandiri, terganggua akibat masuknya kekuatan ekonomi dan
politik dari negara-negara pusat. Oleh karena itu, penanaman modal dan keahlian
yang disuntikkan begitu saja ke negara-negara pinggiran tidak akan banyak menolong
sebelum struktur ekonomi dan politik yang dibuat untuk memberikan keuntungan pada
modal asing ini diubah secara radikal.
Perkembangan yang wajar dari negara-negara pinggiran,
yang mestinya akan menuju pada pembangunan mandiri, telah terganggu akibat
masuknya kekuatan ekonomi dan politik negara-negara pusat. Suntikan modal dan
teknologi oleh negara pusat kepada negara-negara pinggiran tidak akan menolong
sebelum struktur ekonomi dan struktur politik dibuat untuk memberi keuntungan
yang seimbang.
Prebicsh mengatakan bahwa penurunan nilai tukar dari
komoditi pertanian terhadap omoditi barang barang industri mengakibatkan neraca
perdagangan negara-negara pinggiran yang merupakan produsen hasil pertanian
mengalami defisit yang cukup besar. Gejala ini disebabkan permintaan untuk
barang-barang pertanian tidak elastis. Di sini berlaku Hukum Engels yang
menyatakan bahwa pendapatan yang meningkat menyebabkan presentase konsumsi
makanan terhadap pendapatan justru menurun. Artinya, pendapatan yang naik tidak
akan menaikkan konsumsi makanan, tetapi justru meningkatkan konsumsi
barangbarang industri. Akibatnya anggaran nepara pertanian (pinggiran) yang
digunakan untuk mengimpor barang-barang industri dari negara pusat akan semakin
meningkat, sedangkan pendapatan dari hassil eksponya relatif tetap. Inilah yang
mennimbulkan defisit pada neraca
perdagangan.
Lain halnya dengan barang industri, Kenaikan dalam
pendapatan akan mengakibatkan juga kenaikan pada konsumsi barang-barang
industri. Karena itu, kenaikan pendapatan di negara-negara industri tidak akan
menaikkan secara berarti impor barang-barang pertanian di
negara-negara
pinggiran. Tetapi, kenaikan pendapatan di negara-negara pinggiran akan menaikkan
secara berarti barang-barang industri dari negara-negara pusat. Hal ini akan memperbesar
jumlah akspor barang-barang industri dari negara pusat ke negara pinggiran.
Sementara negara-negara pusat semakin kaya dengan
pendapatan yang semakin meningkat yang diperoleh dari hasil ekspornya, di sisi
lain negara-negara pinggiran membutuhkan uang yang semakin banyak untuk mengimpor
barang-barang industri, sementara pendapatan dari hail ekspor barang-barang pertanian
relatif tidak berubah.
Semuanya itu mengakibatkan terjadinya defisit dalam
neraca perdagangan internasional dari negara-negara pinggiran, yang
mengakibatkan kemiskinan bagi negara-negara pinggiran. Adanya monopili
teknologi dari negara pusat menbuat negara pinggiran harus membayar sewa bila
ingin meminjam teknologi tersebut. Akibatnya, proses industrialisasi di negaranegara
pinggiran menjadi semakin tinggi ongkosnya, karena harus membayar bermacammacam
uang sewa. Ini artinya surplus yang diciptakan negara pinggiran, pada akhirnya banyak
disedot kembali ke negara pusat ( Khor Kok, 1989). Karena itu, tidak
mengherankan bila data dari Perdagangan Amerika Serikat menunjukkan bahwa
antara tahun 1946 sampai 1967, modal yang baru masuk ke negara-negara Amerika Latin
berjumlah US$ 4.415 juta, yang diinvestasikan kembali ke Amerika Serikat berjumlah
US$ 4.424 juta. Sedangkan keuntungan yang dibawa kembali ke Amerika Serikat
berjumlah US$ 14.775 juta.
Dengan demikkian, jumlah keseluruhan keuntungan dari
modal Amerika Serikat yang berjumlah US$ 5.415 juta adalah US$ 18.983 juta (Dos
Santos, 1970), (Todaro, 1987) . Dos Santos juga mengatakan bahwa larinya
keuntungan modal ke luar negeri ini, mengakibatkan mengeringnya modal di dalam
negeri. Hal itu memberi dampak tidak mampunya mendirikan industri nasional
sendiri, sehingga industrialisasi yang dijalankan masih tetap tergantung dari bantuan
asing. Ketimpangan keuntungan akibat ketergantungan ini juga dapat dilihat dari
perbandingan rata-rata pendapatan orang Amerika Serikat dengan India yang pada
tahun 1930-an hanya 15:1 menjadi 35:1 pada tahun 1950-an. Akibat ketergantungan
industri dalam arti teknik (technological industrial dependence), menurut
Dos Santos akan membawa perubahan terhadap struktur negara pinggiran yaitu berupa:
a. Konflik
keruangan timbul, yaitu akibat kebutuhan untuk mempertahankan lahan pertanian
di satu sisi dan di sisi lain adalah kebutuhan untuk mengembangkan pusat-pusat
industri.
b. Industri
dan teknologi lebih responsif terhadap kepentingkan perusahaan
asing/multinasional dari pada kebutuhan nasional dalam negeri.
c. Timbulnya
ketimpangan sosial dan ekonomi akibat terkonsentrasinya pendapatan dan
teknologi.
Di negara-negara pinggiran, sektor ekonomi yang paling
dinamis biasanya dikuasai oleh
modal
asing. Karena itu, keuntungan dari sektor ini diserap kembali ke negara-negara
industri maju. Dari data yang ada menunjukkan bahwa modal yang masuk ke negara pinggiran
lebih sedikit dari pada modal yang meninggalkan negara tersebut. Chase-Dunn (1975)
selanjutnya menguraikan bagaimana mekanisme investasi asing dan ketergantungan pada
utang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang negatif yaitu:
a) Akibat
investasi asing, sumber-sumber alam di negara-negara pinggiran menjadi habis,
sehingga negara-negara pinggiran kehilangan sumer bagi pembangunan. Laba dari investari
asing diangkut ke luar negeri.
b) Produksi
yang berorientasi ke luar negeri dan masuknya perusahaan-perusahaan multinasional
mengubah struktur ekonomi negara-negara pinggiran. Struktur ekonomi baru ini
akan menghasilkan dinamika ekonomi yang mengakibatkan keterbelakangan, karena
lebih melayani modal asing dan borjuis lokal yang bekerja sama dengan pemilik
modal asing tersebut. Selain itu, keadaan ini pula menyebabkan industri kecil
di negara pinggiran kalah bersaing dengan industri multinasional yang disokong
oleh investasi asing.
c) Hubungan
antara elite di negara pusat dan negara pinggiran mencegah terjadinya pembangunan
nasional.
d) Terjadi
ketimpangan pendapatan akibat dari kelompok elite di daerah pinggiran memperoleh
bagian yang lebih banyak dari pendapatan nasional karena kekuatannya didukaung
oleh keuatan-kekuatan yang ada di negara pusat. Tetapi, investasi modal asing
juga bisa berakibat positif bagi pertumbuhan ekonomi negaranegara pinggiran:
·
Modal asing langsung memproduksi barang
dan menimbulkan permintaan bagi barang-barang lain yang diperrlukan bagi
produksi tersebut. Hal ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
·
Utang luar negeri yang didapat dapat
digunakan untuk membiayai sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk
pembangunan nasional.
·
Terjadi transfer teknologi, perbaikan
kebiasaan kerja, modernisasi organisasi pembangunan, dan sebagainya yang
berguna bagi pembangunan.
Dari
uraian tersebut, jelas terlihat bahwa ketergantungan negara-negara pinggiran
terhadap
negara pusat sangat tidak menguntungkan bagi negara pinggiran. Hal itu karena
ketergantungan yang tercipta akan
membuat keterbelakangan negara-negara pinggiran.
TEORI SISTEM EKONOMI DUNIA
Perubahan status negara pinggiran menuju negara semi
pinggiran ditentukan oleh keberhasilan negara pinggiran melaksanakan salah satu
atau kombinasi dari strategi pembangunan, yaitu
strategi menangkap dan memanfaatkan peluang, strategi promosi dengan undangan
dan strategi berdiri diatas kaki sendiri. Sedangkan upaya negara semi
pinggiran menuju negara sentral bergantung pada kemampuan negara semi pinggiran
melakukan perluasan pasar serta
introduksi teknologi modern. Kemampuan bersaing di pasar internasional melalui
perang harga dan kualitas.
Negara semi pinggiran yang disampaikan oleh
Wallerstein merupakan sebuah pelengkap dari konsep sentral dan pinggiran yang
disampaikan oleh teori dependensi. Alasan sederhana yang disampaikannya adalah,
banyak negara yang tidak termasuk dalam dua kategori tersebut sehingga
Wallerstein mencoba menawarkan konsep pembagian dunia menjadi tiga kutub yaitu
sentral, semi pinggiran dan pinggiran.
Terdapat dua alasan yang menyebabkan sistem ekonomi kapitalis dunia saat ini
memerlukan kategori semi pinggiran, yaitu dibutuhkannya sebuah perangkat
politik dalam mengatasi disintegrasi sistem dunia dan sarana pengembangan modal
untuk industri dari negara sentral. Disintegrasi sistem dunia sangat mungkin
terjadi sebagai akibat “kecemburuan” negara pinggiran dengan kemajuan yang
dialami oleh negara sentral. Kekhawatiran akan timbulnya gejala disintegrasi
ini dikarenakan jumlah negara miskin yang sangat banyak harus berhadapan dengan
sedikit negara maju. Solusi yang ditawarkan adalah membentuk kelompok penengah
antara keduanya atau dengan kata lain adanya usaha mengurangi disparitas antara
negara maju dan negara miskin. Secara ekonomi, negara maju akan mengalami
kejenuhan investasi sehingga diperlukan perluasan atau ekspansi pada negara
lain. Upaya perluasan investasi ini membutuhkan lokasi baru pada negara miskin.
Negara ini kemudian dikenal dengan istilah negara semi pinggiran.
Wallerstein mengajukan tesis tentang perlunya gerakan populis berskala nasional
digantikan oleh perjuangan kelas berskala dunia. Lebih jauh Wallerstein
menyatakan bahwa pembangunan nasional merupakan kebijakan yang merusak tata
sistem ekonomi dunia. Alasan yang disampaikan olehnya, antara lain :
1. Impian tentang keadilan ekonomi dan politik
merupakan suatu keniscayaan bagi banyak negara.
2. Keberhasilan pembangunan pada beberapa negara
menyebabkan perubahan radikal dan global terhadap sistem ekonomi dunia.
3. Strategi pertahanan surplus ekonomi yang
dilakukan oleh produsen berbeda dengan perjuangan kelas yang berskala
nasional.
Pengaruh Teori Sistem Dunia
Teori sistem dunia
telah mampu memberikan penjelasan keberhasilan pembangunan ekonomi pada negara
pinggiran dan semi pinggiran. Negara-negara sosialis, yang kemudian terbukti
juga menerima modal kapitalisme dunia, hanya dianggap satu unit saja dari tata
ekonomi kapitalis dunia. Negara sosialis yang kemudian menerima dan masuk
ke dalam pasar kepitalis dunia adalah China, khususnya ketika periode
pengintegrasian kembali (Penelitian So dan Cho dalam Suwarsono dan So,
1991). Teori ini yang melakukan analisa dunia secara global, berkeyakinan bahwa
tak ada negara yang dapat melepaskan diri dari ekonomi kapitalis yang mendunia.
kapitalisme yang pada awalnya hanyalah perubahan cara produksi dari produksi
untuk dipakai ke produksi untuk dijual, telah merambah jauh jauh menjadi
dibolehkannya pemilikan barang sebanyak-banyaknya, bersama-sama juga
mengembangkan individualisme, komersialisme, liberalisasi, dan pasar bebas.
Kapitalisme tidak hanya merubah cara-cara produksi atau sistem ekonomi saja,
namun bahkan memasuki segala aspek kehidupan dan pranata dalam kehidupan
masyarakat, dari hubungan antar negara, bahkan sampai ke tingkat antar
individu. Sehingga itulah, kita mengenal tidak hanya perusahaan-perusahaan
kapitalis, tapi juga struktur masyarakat dan bentuk negara.
Bergesen &Schoenberg: Gelombang Panjang Kolonialisme
Bergesen dan Schoenberg
melihat permasalahan kolonialisme tidak hanya dari satu sudut pandang saja.
Apakah itu negara sentral atau negara pinggiran, namun bergesen dan Schoenberg
melihat permasalahan ini dari 2 sudut pandang secara bersamaan. Dengan cara
seperti ini maka dapat terlihat bahwa kolonialisme yang merupakan hasil dari
sitem dunia kapitalis menjadi jembatan structural antara negara sentral dan
negara pinggiran.dalam hal ini Bergesen dan Schoenberg ingin memperlihatkan
kolonialisme sebagai bentuk dinamika kolektif yang khas dari system ekonomi
kapitalis dunia, dan bukan sekedar dalam tingkat nasional yang tidak tinggi dan
abstrak.
Pengukuran kegiatan kolonialisme
Untuk dapat melihat
kolonialisme di tingkat global seperti yang elah di jelaskan diatas maka, perlu
suatu alat ukur. Bergesen dan Schoenberg menerapkan suatu ukuran yang konstan
yang dapat melihat gejala-gejala kolonialisme, yaitu dengan “ukuran kehadiran
pemerintah colonial” dengan begini mereka dapat melihat jumlah koloni yang
ada,jumlah koloni yang merdeka dan jumlah bersih kumulativ koloni yang masih
ada setiap tahunya pada rentang waktu tahun 1415 sampai 1969.
Model teoritis
Tiga faktor yang dilihat oleh
bergesen dan Schoenberg adalah (1) Distribusi kekuasaan diantara negara-negara
sentral. (2) stabilitas negara sentral. (3) jawaban sistemik yang terwujud
dalam bentuk kolonialisme dan merkantilisme.
Gelombang panjang kolonialisme
Disini bergesendan Schoenberg
memperlihatkan perjalanan kolonialisme yang dibagi atas 5 fase
- 1500-1815, tidak stabilnya negara sentral dan runtuhnya feodalisme.
Muncul negara-negara dengan system negara itu sendiri, dikarenakan tidak
adanya satu negara itupun yang memegang kendali kekuasan yang memberikan
jaminan kestabilan politik jangka panjang. Hal ini dapat menimbulkan
konflik dan perang yang berkepanjangan.
- 1815-1870, pada tahun ini keadaan negara sentral lebih stabil,
perang dan konflik berakhir. Hal ini disebabkan oleh Inggris muncul
kembali sebagai pemeegang hegemoni atas negara-negara sentral lainya
dengan begitu kerjasama antara negara sentral mulai membaik. Dengan
membaiknya kestabilan negara-negara sentral maka dominasi politik rill
kepada negara pinggiran sedikit melemah.
- 1870-1945, pada periode ini masa kejayaan inggris terhadap
negara-negara sentral mulai berkurang. Turunya hegemoni inggris atas
negara sentral membuat munculnya negara adikuasa baru yaitu Jerman dan
Amerika. Dengan begitu munculah persaingan internasional yang membawa
akibat timbulnya friksi, krisis dan konflik terang-terangan. Dengan
ketidakstabilan pada negara-negara sentral maka menimbulkan akibat bagi
negara-negara pinggiran. Dari sini muncul gelombang kedua ekspansi
kolonialisme yang terpusat di Afrika, India dan Asia. Dan sejak saat ini
bentuk hubungan ekonomi pinggiran dan sentral lebih diatur secara politis
dengan kebijakan merkantilisme.
- 1945-1973, pada fase ini negara-negara sentral memiliki kembali atas
kestabilanya, yang kekuasaan ituakan di pegang oleh negara adikuasa
amerika serikat. Dengan begitu maka terjadi dekolonisasi pada ketiga
negara yang telah disebutkan pada tahapan ketiga,dan hal ini juga
memunculkan kembali perdagangan bebas.
- 1973, pada fase ini bergesen dan Schoenberg, melihat bahwa
kemungkinan besar akan terjadi kembali gelombang kolonialisme walaupun
negara pinggiran dan semi pinggiran tidak merasakan kolonialisme secara
formal. Menurut mereka hal ini ditandai oleh (1)berkuranganya kekuasaan
Amerika sebagai negara adi kuasa, menurut bergesen dan Schoenberg hal ini
dapat menimbulkan suasana ketidakstabilan kembali di antara negara-negara
sentral. (2)terlihat jelas tanda-tanda munculnya kembali pengaturan
politik untuk urusanperdagangan internasional. Yang kita dapat liha dengan
munculnya kebijakan proteksi dan pembatasan import. (3)negara sentral
secara terang-terangan secara politik mengendalikan negara-negara
pinggiran melalui perdagangan senjata.diperjelas dengan posisi gerakan
nonblok negara-negara pinggiran. Yang saat ini sudah semakin
terpecah-pecah.
TEORI ALTERNATIF
Teori alternatif adalah
teori yang tergolong dalam teori kritik (critical
theory) dengan meminjam pengertian dan analisis yang dikembangkan oleh
Stephen Leonard (1990) tentang critical
theory yang dituangkan dalam bukunya Critical
Theory in Political Practice . Dalam bukunya ia memberikan kritik terhadap
institusi dan praktisi politik yang ada di masyarakat yang tidak adil. Berbagai
teori yang dimaksudkan dalam teori alternatif ini meliputi berbagai paradigma
yaitu:
1. Gerakan
feminisme beserta semua aliran mereka
2. Teori
alternatif yang merujuk pada teologi pembebasan
3. Yang
dikategorikan sebagai teori alternatif adalah berbagai pendekatan yang
menggunakan atau mendapat pengarug dari pendekatan postmodernisme.
Sejarah
Gerakan feminis dimulai
sejak akhir abad ke- 18, namun diakhiri abad ke-20, suara wanita di bidang
hukum, khususnya teori hukum, muncul dan berarti. Hukum feminis yang dilandasi
sosiologi feminis, filsafat feminis dan sejarah feminis merupakan perluasan
perhatian wanita dikemudian hari. Di akhir abad 20, gerakan feminis banyak
dipandang sebagai sempalan gerakan Critical Legal Studies, yang pada intinya
banyak memberikan kritik terhadap logika hukum yang selama ini digunakan, sifat
manipulatif dan ketergantungan hukum terhadap politik, ekonomi, peranan hukum
dalam membentuk pola hubungan sosial, dan pembentukan hierarki oleh ketentuan
hukum secara tidak mendasar.
Walaupun pendapat feminis
bersifat pluralistik, namun satu hal yang menyatukan mereka adalah keyakinan
mereka bahwa masyarakat dan tatanan hukum bersifat patriaki. Aturan hukum yang
dikatakan netral dan objektif sering kali hanya merupakan kedok terhadap
pertimbangan politis dan sosial yang dikemudikan oleh idiologi pembuat
keputusan, dan idiologi tersebut tidak untuk kepentingan wanita. Sifat patriaki
dalam masyarakat dan ketentuan hukum merupakan penyebab ketidakadilan, dominasi
dan subordinasi terhadap wanita, sehingga sebagai konsekuensinya adalah
tuntutan terhadap kesederajatan gender. Kesederajatan gender tidak akan dapat
tercapai dalam struktur institusional ideologis yang saat ini berlaku.
Feminis menitikberatkan
perhatian pada analisis peranan hukum terhadap bertahannya hegemoni patriaki.
Segala analisis dan teori yang kemudian dikemukakan oleh feminis diharapkan
dapat secara nyata diberlakukan, karena segala upaya feminis bukan hanya untuk
menghiasi lembaran sejarah perkembangan manusia, namun lebih kepada upaya
manusia untuk bertahan hidup. Timbulnya gerakan feminis merupakan gambaran
bahwa ketentuan yang abstrak tidak dapat menyelesaikan ketidaksetaraan.
Teori feminisme
Feminisme (tokohnya
disebut Feminis) adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau
kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Feminisme berasal dari bahasa Latin,
femina atau perempuan. Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu
pada teori kesetaraan laki-laki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh
hak-hak perempuan. Sekarang ini kepustakaan internasional mendefinisikannya
sebagai pembedaan terhadap hak hak perempuan yang didasarkan pada kesetaraan
perempuan dan laki laki.
Comments
Post a Comment